Minggu, Oktober 17, 2010

Dapen segera dapat insentif

Oleh: M. Tahir Saleh

JAKARTA: Pemerintah akan memberikan insentif bagi industri dana pensiun guna meningkatkan kontribusi aset industri jaminan hari tua itu terhadap produk domestik bruto (PDB).

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pemerintah terus membuka diri untuk berdiskusi bagaimana industri dapen bisa lebih kuat melalui beberapa insentif. Namun, Menkeu belum menyebutkan secara detail insentif tersebut.

"Kami membuka diri untuk diskusi agar ke depan dapen bisa lebih sehat. Kontribusi terhadap PDB bisa lebih dari posisi saat ini yang hanya 2%. Bagaimana mendiskusikan beberapa insentif yang diinginkan industri, seperti pajak yang sudah dimudahkan," katanya ketika membuka Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Award 2010 di Jakarta, Rabu malam.

Agus mengatakan pemerintah juga akan memperkuat pengaturan dan pengawasan industri dengan perbaikan regulasi. Langkah itu guna menjaga keseimbangan portofolio investasi yang saat ini sebesar 70% merupakan instrumen jangka panjang.

"Namun, sebenarnya kami sudah melakukan banyak hal, a.l. perbaikan dalam pengawasan industri dana pensiun seperti mengubah jangka waktu pemberian izin pembentukan dana pensiun," kata Agus.

Menkeu mengatakan aset industri dana pensiun saat ini berkembang pesat. Jika aset dapen pada 1995 baru mencapai Rp10,7 triliun, total aset Januari-Agustus 2010 akhirnya menembus Rp 121 triliun. Hal itu menunjukkan dalam kurun waktu 15 tahun, aset dapen tumbuh 11 kali lipat atau 17,65% per tahun.

"Kalau melihat angka itu kita bersyukur dan kita patut bersama terus menjaga agar industri dapen dalam negeri terus berkembang sehat dan berkesinambungan," katanya.

Namun, dari sisi nominal nilai tersebut dinilai masih terlalu kecil kontribusi terhadap PDB. PDB tahun lalu mencapai Rp5.000 triliun dan tahun ini sebesar Rp6.000 triliun, sedangkan pada tahun depan diperkirakan mencapai Rp7.000 triliun.

Oleh sebab itu, lanjutnya, jika aset dapen masih di bawah 1,9% dari PDB, pertumbuhan industri dapen dinilai belum maksimal dibandingkan dengan potensi yang ada.

Selanjutnya, Agus memuji dapen domestik yang mampu menekan fluktuasi di pasar modal ketika terjadi krisis global pada akhir 2008.

Menurut dia, ketangguhan industri ini dalam menghadapi krisis ekonomi global patut dibanggakan mengingat dapen tidak melepas modal pada portofolio pasar modal, bahkan ditambah melalui dana iuran.

Pada kesempatan yang sama, Ketua ADPI Djoni Rolindrawan menegaskan pihaknya mendukung terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang kini sedang digagas melalui rancangan undang-undang.

Dia mengatakan hal itu mendorong perlunya perlindungan dan pengawasan industri dapen, karena dana dapen lebih dari 90% diinvestasikan pada pasar uang dan pasar modal.

"Kami mendukung sepenuhnya OJK, karena dapen mengelola dana peserta yang menggantungkan dana hari tuanya. Hal ini perlu mendapat perlindungan dari insitusi, seperti OJK. Apalagi investasi kami mayoritas pada pasar modal," katanya.

Terkait dengan aset, Djoni membenarkan aset industri belum berkontribusi besar terhadap PDB, karena dapen yang belum menjadi kewajiban bagi perusahaan. UU No.11/1992 tentang Dana Pensiun hanya menggariskan pengelolaan dana pensiun bersifat sukarela.

"Memang benar demikian aset terhadap PDB masih 2%, sedangkan dapen di Malaysia sudah berkontribusi hingga 57% dari PDB," katanya.

Harmonisasi regulasi

Jika dapen diwajibkan, kewajiban tersebut memerlukan harmonisasi dengan UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang juga mewajibkan jaminan pensiun.

Senada dengan Djoni, Ketua Asosiasi Asuransi dan Jaminan Sosial Indonesia Hotbonar Sinaga mengatakan pihaknya menilai perlu adanya sinkronisasi perundang-undangan mengenai jaminan sosial guna pelaksanaan UU SJSN. “Sinkronisasi perundangan perlu ada, karena beberapa UU tumpang tindih,” kata Hotbonar.

Dia mencontohkan UU No. 11/1992 mengatur perusahaan yang menyelenggarakan dana pensiun, tetapi perusahaan belum diwajibkan mengelola dana pensiun.

Meski demikian, UU No.40/2004 tentang SJSN menyebutkan jaminan pensiun merupakan satu dari lima jaminan yang wajib disediakan bagi masyarakat.

Lima jaminan tersebut adalah jaminan pensiun, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian.

Hotbonar mengatakan sinkronisasi dengan UU SJSN juga perlu dilaksanakan dengan UU No. 3/ 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. (Sylviana Pravita R.K.N.)(tahir.saleh@bisnis.co.id)

[Via]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar